Flashback Pertemuan Mereka
Jika Tuhan menciptakan seluruh hal yang ada di bumi sudah memiliki takdir, maka Dewa percaya bahwa kebetulan bukanlah suatu hal yang benar-benar ada di dunia. Kebetulan adalah sebuah fiksi yang tidak nyata. Pepatah pun mengatakan bahwa kebetulan adalah takdir, namun takdir bukanlah suatu kebetulan.
Seperti ketika apel jatuh mengenai kepala Isaac Newton, Tuhan sudah merancang sebuah takdir untuk Isaac Newton menemukan Teori Gravitasi melalui sebuah apel yang menimpa kepalanya.
Ataupun seperti ketika kita berpapasan dengan orang lain di jalan pun, sudah menjadi takdir yang tidak bisa disebut sebagai kebetulan lagi.
Maka ketika Dewa bertemu sebanyak empat kali secara 'kebetulan' dengan gadis itu, Dewa yakin, Tuhan sedang merencanakan sesuatu kepada mereka berdua yang disematkan dalam kata 'takdir' dalam hidup mereka.
Sore itu, dua bulan yang lalu ketika Dewa memilih duduk sendiri di ujung ruangan dan tidak sengaja melihat sebuah buku diary tertinggal di meja kafe yang sedang ia tempati, ia melihat gadis itu untuk pertama kali. Berlari dengan raut wajah panik menuju meja Dewa dan mengambil kembali buku yang sedang ia cari. “Permisi,” ucap gadis itu singkat kemudian bergegas pergi setelah meraih bukunya tanpa melihat seseorang di sebelahnya.
Dewa terus mengingatnya, karena aroma parfum yang Feyre gunakan saat itu—yang sangat mirip dengan aroma parfum dari seseorang yang ia kenal—tercium dengan jelas saat gadis itu berada satu jengkal di sebelahnya.
Pertemuan kedua, ia melihat gadis itu lagi, berdiri diantara jajaran orang yang sedang mengantri untuk memesan sebuah makanan di salah satu restoran cepat saji di Kota Bandung. Tentu saja Dewa bisa mengenalinya lagi, dengan aroma parfumnya yang tercium sebab ia berdiri tidak jauh dari Dewa.
Lagi-lagi, Dewa selalu mengingat seseorang hanya dengan satu hal dalam dirinya. Seperti ketika ia mengingat Feyre, dengan aroma parfumnya.
Pertemuan ketiga, Dewa hampir saja tidak mengenalinya. Feyre berdiri di depannya saat mereka mengantri untuk membeli sebuah tiket bioskop dini hari. Gadis itu menggunakan pakaian serba hitam dan menggunakan masker, sehingga Dewa tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Namun, yang membuat Dewa yakin bahwa gadis itu adalah Feyre, lagi-lagi karena aroma parfum yang ia gunakan tercium dengan jelas oleh Dewa.
Hal itu semakin membuat Dewa yakin, saat ia menyadari bahwa gadis yang duduk bersamanya dalam teater bioskop pada dini hari saat ia menangis hari itu, adalah gadis itu juga. Gadis yang sama dengan yang pernah ia temui dua kali sebelumnya. Gadis yang sama dengan penemu dompetnya. Tentu saja, gadis yang memiliki aroma yang sangat ia kenal juga.
Hari itu, saat Dewa menangis untuk pertama kalinya di sebuah bioskop yang memutarkan film pada dini hari. Ia pikir tidak akan ada orang yang mengetahuinya. Tapi ia tidak sadar, selain diriya, ada orang di sana.
Ketika hati Dewa sibuk menangisi takdir yang seolah bercanda dengannya, pikirannya sibuk untuk mencari cara bagaimana ia akan menghabiskan sisa hidupnya tanpa sia-sia.
Ucapan seorang dokter pada hari itu cukup untuk membuat dunianya berhenti secara tiba-tiba. Ia ingin menolak kenyataan itu, namun tidak bisa. Yang bisa ia lakukan hanya menangis, dan mungkin sedikit merenungkan ucapan lanjutan dari sang dokter saat berbicara dengannya tadi.
“Kamu harus memiliki semangat untuk bisa bertahan, Dewa. Cari sesuatu yang bisa membuatmu merasa hidupmu masih berharga, sakit bukan suatu akhir dari segalanya. Tuhan maha baik, mungkin Tuhan akan mendengar doa tulus kamu, jika kamu mau berdoa.”
Begitulah kemudian Dewa menyadari, apa yang membuat hidupnya bisa terasa berharga? Ia sudah tidak memiliki orang yang bisa dijadikan semangat untuk hidup. Bagi Dewa saat itu, kalaupun ia pergi dari dunia, tidak ada penyesalan dalam hidupnya. Tujuan hidup ia saat itu hanya membuat Atha, kembarannya, merasa bahagia. Melindungi ia sampai bisa mendapatkan hidup yang lebih baik dari hidup yang keluarganya berikan. Lantas ketika Atha akhirnya mendapatkan hidup barunya bersama Mahesa, orang yang mengambil alih tanggung jawab Dewa, laki-laki itu merasa tidak punya tujuan lagi.
Kalaupun ia mati saat itu juga, ia tidak masalah. Namun, ia juga merenungi kembali hidupnya yang terasa belum sempurna. Ia memikirkan masih banyak hal yang belum ia lakukan, ia takut menyesal ketika ia pergi dan belum merasakan hal-hal itu. Jatuh cinta dengan seseorang, contohnya.
Pada akhirnya, hari itu ia mencoba berdoa untuk diberikan kesempatan dalam memahami suatu perasaan, jatuh cinta, yang mungkin dapat menjadi jawaban atas apa tujuan hidup ia selanjutnya.
Beginikah Tuhan menjawab doa darinya? Saat beberapa waktu yang lalu ia mulai berharap kepada Tuhan, tentang adanya seseorang yang kembali hadir dalam hidupnya, tentang seseorang yang bisa ia jadikan tujuan hidup selanjutnya, dan secara tiba-tiba, gadis itu datang.
Membawa sebuah jawaban atas pertanyaan Dewa 'Apakah benar takdir mempertemukan mereka karna suatu alasan?' dan 'Apakah benar cinta akan membuatnya merasa bahwa hidupnya masih berharga?'
Maka saat itu juga, pilihan Dewa jatuh kepadanya.