Jogja Part 1

Suara koper-koper ditarik, langkah kaki orang-orang yang sedang berjalan masuk ataupun keluar dari airport, serta announcement call dari petugas bandara mulai memenuhi suasana pagi Dewa serta Feyre hari ini. Mereka berdua tengah berada di bandara untuk penerbangan kedua rute Bandung-Yogyakarta. Semalam, Dewa tidak mengatakan bahwa mereka akan 'jalan-jalan' ke Yogyakarta dan hanya mengatakan bahwa ia akan mengajak Feyre 'jalan-jalan', yang Feyre asumsikan mungkin hanya mengunjungi Gramedia di PVJ atau sekedar melihat badut di alun-alun kemudian makan di sepanjang jalan pulang.

Namun, siapa yang menyangka pagi ini, saat Feyre baru saja membuka matanya dan menatap layar ponselnya yang bertuliskan nama 'kak dewa' di sana, ia membelalakkan mata secara tiba-tiba. Bagaimana tidak, Dewa dengan amat sangat santai menuliskan kalimat “Fey bawa baju ganti ya, kita mau ke jogja 2 hari 1 malam. pesawatnya 2 jam lagi, gue jemput abis ini” tanpa rasa bersalah dan membuat Feyre dengan segera melompat dari tempat tidurnya untuk bersiap-siap dengan mata setengah mengantuk.

“Sialan,” ucapnya tadi saat masih berkesempatan untuk mengumpat Dewa karena laki-laki itu belum berada di sebelahnya, seperti sekarang.

30 menit yang lalu mereka telah melakukan check in, dan kini mereka berdua sedang menuggu untuk boarding sambil duduk di kursi Excelso dengan segelas Caffeine-Free Herbal Tea untuk Dewa dan Green Tea Latte untuk Feyre. “Gak ada kopi-kopi an ya,” ucap Dewa saat pertama kali mereka memasuki gerai yang ada di ruang tunggu bandara. Lantas segera dihadiahi dengan tatapan merajuk oleh Feyre karena minuman favoritnya kini terpaksa harus dijauhkan darinya.

Suara announcement call dari petugas bandara, mengisyaratkan bahwa penumpang pesawat rute Bandung-Yogyakarta dapat segera melakukan boarding, membuat kedua anak adam yang tadinya sibuk menikmati minuman pagi serta obrolan ringan mereka, kini ikut beranjak dan berjalan menuju antrian masuk pesawat, saat melihat sekumpulan orang-orang sudah mulai berbaris untuk menunjukkan boarding pass mereka kepada petugas bandara sebelum akhirnya dapat memasuki pesawat. Berbeda dari penumpang-penumpang lainnya, mereka berdua tidak membawa koper, hanya sebuah tas ransel sedang yang muat oleh beberapa pakaian serta kebutuhan lain seperti peralatan mandi serta peralatan makeup Feyre, tidak lupa juga kamera yang selalu Dewa bawa.

Perjalanan 2 hari 1 malam mereka memang tidak memerlukan banyak barang bawaan, sehingga tidak membutuhkan persiapan lama ataupun tempat yang besar.

Satu jam setelah mengudara, pesawat yang mereka tumpangi akhirnya landing di Bandara Adisutjipto dengan mulus dan tepat waktu seperti perkiraan. Tidak perlu menunggu antrian bagasi karena mereka tidak membawa koper, Feyre dan Dewa kemudian dengan segera berjalan keluar dari pintu kedatangan, membuka ponsel mereka yang sebelumnya berada pada airplane mode selama perjalanan, dan mulai membuka aplikasi untuk mencari kendaraan yang mengantarkan mereka menuju tempat tujuan pertama mereka, persewaan mobil. Dewa memang sengaja menyewa sebuah mobil hari ini, ia tidak ingin 'repot' karena harus memesan angkutan online setiap akan pergi ke suatu tempat, makanya ia lebih memilih untuk menyewa mobil selama 2 hari sampai esok.

“Kita abis ini mau ke mana?” tanya Feyre saat keduanya sudah berada di dalam mobil sewaan yang akan Dewa kemudikan sendiri.

“Lo pengen ke mana?” Dewa bertanya balik kepada Feyre, memastikan apakah ada tempat yang ingin dikunjungi oleh gadis itu, sebelum akhirnya ia menyarakan sebuah tempat yang ingin dikunjunginya.

“Gue penasaran sama ini sih.” Feyre menunjukkan sebuah foto tempat makan yang bertuliskan 'Warung Kopi Klotok' kepada Dewa. Sedari tadi di bandara, Feyre sudah membuka berbagai macam 'rekomendasi' tempat yang harus dikunjungi ketika mereka berada di Yogyakarta, menemukan beberapa tempat menarik yang ingin ia kunjungi, kemudian menuliskannya di buku catatan kecilnya yang selalu ia bawa. Ditambah perjalanan yang mereka lakukan dari pagi tanpa sarapan dan hanya meneguk segelas Green Tea Latte, membuat perut Feyre keroncongan saat melihat foto-foto makanan yang banyak di post oleh orang-orang pada tagar Kopi Klotok di Instagram.

“Yaudah boleh, sekalian sarapan.” Dewa melajukan mobilnya menuju Jalan Kaliurang, tempat di mana 'Warung Kopi Klotok' berada. Dewa sudah sering berkunjung ke sana sejak kuliah, apalagi bersama sahabat-sahabatnya yang suka berpetualang menjelajahi kota-kota untuk liburan. Tidak butuh waktu lama sampai mobil mereka berada di pelataran parkir yang mulai ramai oleh orang-orang yang juga ingin berkunjung ke tempat terkenal itu.

Warung Kopi Klotok Yogyakarta.


Selepas mengisi perut dengan nasi sayur dan telur khas Kopi Klotok yang rasanya sangat enak menurut Feyre dan Dewa, pisang goreng, serta segelas teh manis, Dewa dan Feyre akhirnya kembali melanjutkan perjalanan mereka untuk berjalan-jalan di Kota Yogyakarta. Berbagai tempat yang sudah Feyre lihat di sosial media untuk referensi mereka hari ini, menjadi destinasi selanjutnya. Seperti turis pada umumnya, mereka berdua memilih untuk menuju destinasi-destinasi yang sudah umum didatangi oleh para pelancong dari berbagai daerah.

Seperti sekarang, Feyre membuka ponselnya untuk mengabadikan beberapa tempat di Kampung Wisata Taman Sari Yogyakarta ini. Tidak lupa, Dewa juga mengeluarkan kamera untuk merekam beberapa spot tempat serta suasana yang tidak akan mereka dapatkan di Bandung nantinya.

“Kak mau tolong fotoin dong.” Feyre meminta tolong kepada Dewa sembari mengulurkan ponselnya. “Lo coba berdiri di sana deh kak, cepet,” ujar Feyre setelah ia mendapatkan beberapa foto dirinya. Mencoba menyuruh Dewa untuk melakukan hal yang sama.

“Ngapain?” Dewa mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti.

“Ya mau gue fotoin, sayang udah jauh-jauh ke Jogja, lo cuma fotoin orang.”

Awalnya, Dewa menolak dengan keras, karena merasa tidak perlu untuk mengabadikan hal tersebut, namun setelah lima menit Feyre membujuknya seperti seorang pedagang yang membujuk calon pembeli untuk akhirnya mau membeli barang dagangannya, Dewa pun akhirnya mau, laki-laki itu menyerah dan memilih untuk mengikuti apa yang Feyre katakan, berdiri di spot iconic yang hampir ramai karena pengunjung mulai berebut tempat untuk berfoto di sana. Dewa menyunggingkan senyum kecil, berdiri santai dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana, kemudian menunggu Feyre selesai mengucapkan aba-aba sampai ia bisa kembali ke tempatnya lagi dan mengambil kamera yang sempat ia titipkan kepada gadis itu.

Suasana Taman Sari hari ini terlihat cukup ramai, terlihat pengunjung di dominasi oleh keluarga yang sedang berlibur bersama. Faktor weekend mungkin menjadi yang utama mengapa situs-yang dahulunya menjadi kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadinigtrat-ini terlihat lumayan sesak oleh pengunjung. Hanya beberapa dari pengunjung yang terlihat sebagai pasangan, selain itu mereka semua berupa rombongan kantor, sekolah, ataupun keluarga besar. Anak-anak berlarian bersama sebayanya, para ibu-ibu sibuk berfoto menggunakan kaca mata serta topi yang berbentuk lingkaran sangat lebar, serta bapak-bapak hanya menuruti ibu-ibu yang menyuruh mereka untuk berpose saat aba-aba mulai terdengar.

Setelah puas berkeliling Taman Sari selama berjam-jam, Dewa dan Feyre memutuskan untuk pergi makan siang di Gudeg Yu Djum yang ada di Jalan Wijilan No. 167. Tidak lengkap memang rasanya, jika berkunjung ke Yogyakarta namun tidak merasakan makanan khas daerahnya, apa lagi kalau bukan Gudeg. Setelah menunggu beberapa orang—karena tempatnya juga lumayan ramai pengunjung—akhirnya mereka berdua mendapatkan satu piring nasi gudeng yang ditambah dengan gori atau nangka muda, ayam kampung, telur semur, tempe, tahu, dan krecek yang pedas. Sangat menggoda selera mereka yang sedari tadi kelaparan karena sibuk berkeliling.

“Tau gak sih kak? Tahun lalu gue mikir pengen makan gudeg asli Jogja, taunya tahun ini lo ngajak gue ke sini dan makan gudeg asli Jogja beneran. Lo bisa baca pikiran gue ya-Uhukk uhuk,” ucap Feyre di sela makannya membuat ia tiba-tiba tersedak. Dewa dengan segera meletakkan piringnya dan mengambil air mineral di dalam tas Feyre, yang tadi sempat mereka beli di supermarket, kemudian membuka tutupnya dan memberikannya kepada Feyre, agar Feyre dapat minum secara langsung.

“Makanya kalo mau ngomong itu kelarin dulu makannya.” Tangan Dewa menepuk-nepuk punggung Feyre ringan, mencoba melakukan upaya untuk membantu Feyre yang mash tersedak karena makan sambil berbicara. Air mata Feyre sedikit keluar karena rasa pedas yang masuk ke tenggorokannya ikut terasa sampai ke hidung saat ia tersedak tadi.

“Biasanya gue bisa aja makan sambil ngomong.”

“Ya kebiasaan buruk jangan dilakuin terus, lo tuh ya, udah tau buruk malah tetep diterusin. Udah abisin dulu baru ngomong nanti.” Dewa kini kembali mengambil piringnya dan meneruskan makannya yang sempat tertunda tadi. Menikmati satu persatu rasa yang ada di mulutnya karena perpaduan asin, manis, dan gurih dari makanan yang ia sendok baru saja.

Selepas keduanya menyelesaikan makan, Dewa membayar kemudian beranjak menuju mobil dan disusul oleh Feyre yang mengekor di belakangnya.

“Kita ke hotel dulu aja ya, udah bisa check in, sekalian istirahat. Nanti malem baru keluar lagi, lo mau ke Malioboro kan?”

Feyre mengangguk kemudian menjawab pelan. “Iya, gue juga ngantuk pengen tidur dulu bentar.”

Hari ini, Feyre dan Dewa sudah cukup merasa bahagia, mereka menjelajah Kota Yogyakarta sejak pagi sampai menjelang sore, menikmati suasana unik Yogyakarta yang tidak bisa mereka dapatkan di Bandung ataupun tempat lain. Benar, saat orang mengatakan bahwa Yogyakarta memiliki nuansa yang berbeda dari kota lain karena keunikannya, membuat semua orang yang datang kesana menjadi nyaman dengan atmosfernya, Dewa dan Feyre menyetujuinya. Terlebih lagi untuk Feyre, yang memang sangat ingin pergi ke Yogyakarta sejak tahun lalu, namun belum pernah terlaksana karena kesibukannya kuliah serta kerja, juga pilihannya untuk menabung uangnya dari pada ia gunakan untuk berlibur. Beruntung, waktu itu Dewa tidak sengaja melihat buku harian Feyre yang terbuka lebar saat gadis itu mampir ke apartemennya, memperlihatkan beberapa hal yang ingin gadis itu lakukan, namun belum bisa terealisasikan. Kalau tadi Feyre bertanya apa Dewa bisa membaca pikirannya karena mengetahui bahwa gadis itu ingin makan gudeg asli Jogja, jawabannya, tentu saja tidak. Dewa tidak bisa membaca pikiran, ia hanya bisa membaca tulisan, di buku harian Feyre.