Our Night

tw // mature content

Tidak pernah terbayangkan oleh Cica, jika ia akan berada di ruangan ini lagi bersama laki-laki rupawan dengan tubuh indah yang menjadi satu-satunya tempat ia bisa mendekap. Bahkan ketika halusinasi selalu mengacaukan pertemuan antara dirinya dengan kewarasannya selama tiga tahun ini.

Disaat jiwa dan raganya memaksa dirinya untuk tetap sadar menjelajahi setiap inchi pahatan Tuhan dalam bentuk laki-laki itu, Cica masih merasa dirinya tidak sepenuhnya waras.

Sedangkan laki-laki yang kini terpejam itu pun tak bergeming ketika jari-jemari lentik milik Cica menemukan titik-titik terbaiknya dalam penjelajahan.

Terhitung sudah dua jam mereka berbaring dengan saling mendekap, menghangatkan satu sama lain di tengah dinginnya Kota Bandung yang tidak masuk akal. “Bian?”

“Hmm?” Hanya itu yang bisa Abian suarakan. Rasa kantuk teramat sangat menguasai dirinya hingga malam ini. “Bian?” panggil Cica lagi, tetap setia dengan jari yang menjelajahi dada bidang milik laki-lakinya.

“Hmm?” Masih dengan jawaban yang sama, laki-laki itu tak membiarkan satupun kata keluar dari mulutnya. “Sayang?”

Sepertinya Cica memang mengerti bagaimana cara membuat laki-laki itu membuka mata seketika. Dengan wajah yang masih mengantuk akibat tidak tidur semalaman, Abian menatap Cica dengan lembut. Mengusap rambut gadis itu pelan, dan mendaratkan sebuah kecupan singkat pada dahi sempit milik Cica. “Kenapa sayang?”

Ada desir halus mengalir dalam tubuh Cica ketika panggilan itu masuk dalam indera pendengarannya. Hembusan nafas panjang kembali ia wujudkan sebagai bentuk rasa lega yang akhirnya ia dapatkan. “You okay?” tanya Abian dengan lembut. Sedangkan gadis itu hanya menatap Abian dalam, seolah ingin menyampaikan sesuatu melalui tatapannya.

“Tell me, apa yang lagi ganggu pikiran kamu, hm?”

Sejujurnya Cica bingung harus mengatakan ini atau tidak, karena jika ia mengatakannya, maka dengan cepat Abian akan menertawakannya dan menganggapnya sebagai gadis agresif. Namun jika ia tidak mengatakannya, isi kepalanya akan terus sibuk berlari-larian memaksa dirinya untuk semakin menjadi binatang buas yang siap menerkam.

“Nevermind.” Cica hampir saja bangkit dari tidurnya, merasa pasrah dan ingin segera mengakhiri pikiran kotornya yang menjadi tuan rumah dalam kepalanya malam ini.

Belum sempat gadis itu bangkit dari sana, tangan kekar laki-laki itu menarik kembali tubuh Cica untuk dapat kembali berbaring bersamanya. Satu detik kemudian kekehan muncul dari balik wajah tampan itu. “Mau pergi ke mana?”

“Makan,” jawab Cica asal, ia sudah hampir menyerah karena malam ini rasa-rasanya ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.

“Aku juga mau makan.” Laki-laki itu berbisik, membuat rona merah seketika muncul pada wajah berseri milik Cica. Sebut saja gadis itu mesum, namun benar-benar yang ada dalam otaknya sekarang hanyalah pikiran kotor itu. “Makan apa?” tanya Cica dengan sok polos.

Jelas Cica tahu maksud Abian, nada rendah yang laki-laki itu lontarkan disertai tangan yang mulai menjelajah punggung miliknya menjadi jawaban atas pertanyaan gadis itu. “Kamu.”

Maka setelah ucapan itu terlontar, rasa kantuk yang Abian rasakan sejak tadi tergantikan oleh hasrat yang membara. Jauh lebih membara daripada lava gunung yang hampir menyembur ke permukaan.

Tanpa ada keraguan lagi, karena merasa Cica pun memberikan akses penuh kepadanya, Abian mengangkat tubuhnya segera untuk bisa menghadap Cica dari atas sana. Memandang wajah indah gadis yang saat ini telah berada di dalam kurungannya.

“You look beautiful from here.” Ucapan Abian dalam suara dalamnya benar-benar membius Cica hingga titik tertingginya. Tidak ada lagi sekat yang membatasi ruang gerak mereka, deru nafas yang membara hadir menggantikan sunyi yang sempat menghilang.

“And you look perfect from here.” Cica membalas tak mau kalah. Begitu bibir Abian mulai naik pada salah satu ujungnya, Cica yakin, tidak ada kata henti dalam kamus mereka setelah ini.

Benar saja, tanpa memotong waktu yang terus berjalan, sedikit demi sedikit jarak mulai terhapuskan. Pertemuan mereka kali ini bukan hanya singgah untuk sejenak, melainkan perhentian yang sejatinya menjadi tujuan. Mata yang terpejam pun menjadi perintah tak terucap kala bibir saling mengecap. Hamparan bumi yang dipenuhi kupu-kupu kini berpindah tempat ke ruang sempit itu. Menjadikannya sebagai tempat tinggal baru.

Penghuni mulut yang tak mau kalah pun ikut menyaksikan pertemuan lidah itu, bertukar sapa hingga menghadiahkan sebuah enzim yang saling menyatu. Mengosongkan pikiran mereka dari jerat dunia yang sementara.

Malam ini akan menjadi malam panjang bagi mereka, setelah sekian lamanya.

Kaus hitam yang melingkupi tubuh kekar Abian berhasil ia loloskan dengan sekali tarikan, menyisakan kewarasan yang berada di ambang batas antara bertahan atau hilang sekalian. Tentu saja pemandangan ini adalah hal yang Cica pikirkan sejak beberapa waktu mereka mendaratkan tubuh di tempat yang paling nyaman.

Laki-laki itu kembali memagut bibir indah gadisnya dengan penuh dambaan, menghadiahkan kecupan-kecupan kecil di ujung kanan dan kiri bibirnya kala pagutan telah berhasil dilepaskan.

Menghindari bagian lagi merasa iri, Abian tak berhenti di sana. Perlahan ia turun menuju titik lain yang juga ikut berperan dalam ledakan euforianya. Aroma khas tubuh Cica perlahan masuk menggantikan wangi ruangan yang sejak tadi ia rasakan. Mengendusnya hingga rasa geli seketika menjalar dalam tubuh gadis itu.

Tangannya yang bebas mulai turun untuk mencari celah masuk ke balik kain penutup tubuhnya. Menggerayahi setiap inchi ciptaan Tuhan yang paling indah yang pernah ia temukan. Kepala Cica tidak sanggup lagi menerimanya, kewarasan yang sejak tadi ia jaga telah sepenuhnya jatuh dalam jurang yang paling dalam.

Basah yang terasa pada lehernya menjadi saksi bahwa laki-laki itu telah berhasil membuat tanda kepemilikan pada tubuhnya. Persetan dengan semuanya, Cica menarik kembali Abian untuk naik ke atas sana, meraup bibir itu dalam-dalam hingga lawannya merasa sesak akibat kegiatan yang ia lakukan.

“Calm down, Ca, breathe.”

Setelah memberikan jeda selama beberapa detik, kegiatan bertukar enzim itu kembali terjadi. Bahkan lebih dalam membuai Cica hingga tak sadar kain penutup tubuh yang ia kenakan telah sepenuhnya menghilang. Kedua mata mereka kembali berkabut, tertutup hasrat yang melebihi batas wajarnya.

Tangan Abian bergerilya mencari titik-titik yang menjadi pengantar surga dunia, datang pada gadisnya. Sesekali mengusap dan memberikan hadiah berupa sengatan pada tubuh Cica. Hingga jari panjangnya sampai pada titik paling sensitif yang gadis itu punya, dengan segera bibirnya menyesap kembali sumber kemanisan yang ada.

Kepala Cica sudah tidak mampu lagi mengumandangkan kalimat-kalimat pinta yang sejak tadi memenuhi pikirannya, bahkan kekosongan justru menjadi tamu utamanya kala nikmat datang menyerbunya. “Feel my finger inside yours.”

Kalimat itu membuat kewarasan Cica yang telah terjatuh semakin tidak bisa ditemukan lagi. Matanya terpejam, kepalanya terangkat, serta bibirnya merapalkan nama laki-laki itu dalam desahnya. “Bian.”

“Yes babe?” Balasan Abian yang berjalan bersama jari-jemarinya yang semakin liar menjadi pengantar untuk lepasnya jiwa Cica yang sempat hampir hilang. “I’m close.”

Laki-laki itu tersenyum, menurunkan wajahnya untuk menyesap leher jenjang Cica serta mempercepat gerakan tangannya yang berada di bawah sana. Sampai getaran itu datang, seringai milik Abian masih setia menemani kegiatan bersama gadisnya.

Menit selanjutnya, tak butuh waktu lama untuk laki-laki itu menempatkan surga kembali pada dunia miliknya. Menghentakkannya setiap detik dengan sebuah kenikmatan yang tiada tara, perlahan namun pasti, hingga seluruh kekuatan dalam dirinya lepas bersamaan dengan nama yang saling terucap di antara mereka. Laki-laki itu menjatuhkan diri, mendekap erat miliknya sampai fajar menemui mereka di pagi hari.

Hari ini, mereka benar-benar menemukan surga dunia yang sejati. Tidak merasa takut bila membuka mata nanti, mereka masih berada dalam dunia fana yang mereka pijaki. Setidaknya, untuk sekarang mereka telah saling berjanji, saling menerima satu sama lain hingga ajal menjemput mereka nanti.