Selamat Tahun Baru
Banyak orang yang bilang bahwa tahun baru adalah waktu yang baik untuk memulai hidup baru, meninggalkan segala kesedihan dan kepahitan hidup yang sempat hadir dan menggantinya dengan kebahagiaan. Mungkin hal ini akan menjadi hal yang dapat menggambarkan kehidupan mereka.
Setelah hampir tujuh tahun sendiri, Benjamin Nataprawira akhirnya merayakan tahun baru bersama keluarganya lagi. Keluarga yang selama ini seolah hilang ditelan suatu keegoisan dalam dirinya. Matanya menatap sendu anak kembarnya, hatinya terasa seperti diiris ketika mengingat kejadian-kejadian yang membuat ia menyesal selama bertahun-tahun lamanya, kejadian yang meninggalkan luka untuk istri serta kedua anak kembarnya.
Penyesalan demi penyesalan selalu menghantui pikirannya, merasa bersalah akan apa yang telah ia perbuat untuk memuaskan pikiran dan egonya sebagai orang tua. Menurutnya sebagai orang tua, pasti akan selalu ingin melihat anak-anaknya mendapatkan apa yang terbaik bagi mereka, mengusahaan segala hal agar keinginan mereka terwujud, memberikan segala hal kepada mereka, ya, orang tua memang begitu.
Tapi satu hal yang sering terlewatkan oleh mereka.
Mereka terkadang lupa, bahwa apa yang terbaik bagi seseorang tidak bisa dinilai dari sudut pandang orang lain dan hanya orang yang melakukannya yang bisa menilai apakah itu akan menjadi yang terbaik untuk mereka atau tidak. Mereka selalu berpikir bahwa hidup lebih lama akan membuat mereka seakan lebih tau akan cara kerja dunia, mereka memberikan segala hal yang menurut mereka baik untuk anaknya, namun tidak pernah bertanya atau bahkan membiarkan anak-anaknya memilih sendiri apa yang sesungguhnya mereka inginkan dan butuhkan.
Seringkali orang tua merasa bahwa mereka adalah orang yang paling tau tentang apapun, di saat kenyataannya mereka terkadang menjadi orang yang paling tidak tahu tentang apapun dari anaknya. Hingga pada akhirnya, anak-anak mereka menjadi orang pertama yang membenci mereka karena merasa bahwa hidup mereka seakan ditekan oleh segala hal yang orang tuanya inginkan.
Wira selalu berpikir bahwa kebaikan Dewa dan Atha adalah semua hal yang ia pilihkan, semua hal yang ia pikirkan akan menjadi terbaik untuk mereka. Tapi Wira tidak tahu bahwa segala hal yang ia pikir akan menjadi terbaik untuk Dewa dan Atha adalah segala hal yang paling mereka benci di dunia.
Lantas ketika pada akhirnya Wira mengetahui semua tentang itu, tentang alasan kedua anaknya membenci dirinya, dan tentang apa yang selalu membuat dirinya menyesal selama ini, Wira berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi orang yang lebih baik di kemudian hari. Untuk dirinya, untuk anaknya, untuk menantunya, dan untuk semua orang di sekitarnya.
“Selamat tahun baru!!!!!!”
Suara teriakan riang dari Feyre membuat semua orang tertawa ringan, menyadari bahwa tahun ini mereka telah melakukan banyak hal berat yang pada akhirnya bisa mereka lewati hingga mencapai titik ini.
“Selamat tahun baru Kak Dewa,” bisik Feyre kepada Dewa yang memeluknya erat dari belakang. Mereka sedang berada di Villa keluarga, merayakan pergantian malam tahun baru dengan suasana baru dan haru, tentu saja.
“Selamat tahun baru, sayang,” balas Dewa dengan membisikkan kalimat itu rendah tepat di telinga Feyre, membuat gadis itu bergidik geli merasakan hembusan nafas Dewa.
“Selamat tahun baru semuanya, maafkan papa belum bisa jadi orang tua yang baik untuk kalian.” Ucapan singkat itu, seakan menjadi mantra yang membuat semua orang merasa terharu akan momen ini. Momen yang tidak akan pernah mereka lupakan nantinya. Bukan hanya bagi Dewa, Atha, dan Wira, namun juga Feyre, Ezra, dan Mahesa.
“Selamat tahun baru Pa, maaf juga Atha belum bisa jadi anak yang baik untuk papa. Maaf untuk semua kesalahan yang pernah Atha lakukan, dan maaf atas semu kesalahpahaman yang pernah terjadi.”
Wira membeku mendengar itu, seumur hidupnya ia tidak pernah mendengar ucapan seperti ini keluar dari mulut anak perempuannya, ia juga tidak pernah bermimpi bahwa ia akan berdiri di sini bersama mereka semua. Bagi Wira, kehadiran Mahesa dan Feyre seakan menjadi suatu keajaiban dalam hidupnya. Bukan hanya untuk kedua anaknya, mereka juga membuat Wira tersadar akan banyak hal yang selama ini tidak pernah ia sadari.
Kebahagiaan kedua anaknya. Momen haru tersebut berlanjut ketika kata demi kata terlontar dari masing-masing mereka. Saling meminta maaf dan berjanji akan menjadi orang yang terbaik di kemudian hari.