Selamat Ulang Tahun

Hari ulang tahun merupakan hari yang bahagia menurut sebagian orang, tidak terkecuali menurut laki-laki yang sedang mondar mandir di depan jendela sembari memegang ponselnya itu. Sudah hampir pukul 12 malam dan ia belum mendapati istrinya pulang. Berbagai macam pikiran sudah ada di dalam otaknya ketika gadis itu tidak membalas satupun panggilan Dewa.

Ia ingin berlari keluar dan mencari, namun ia takut kalau ia keluar justru Feyre akan pulang, maka ia memutuskan untuk menunggu gadis itu di dalam apartemen.

“Rere kamu ke mana sih?” batinnya. Sesekali ia mengecek ponselnya untuk melihat apakah ada pesan atau telepon masuk dari Feyre, namun tetap, tidak ada.

Bel apartemen berbunyi, membuat ia dengan segera menoleh dan berpikir siapakah yang datang tengah malam begini? Tidak mungkin jika istrinya yang datang karena sudah pasti gadis itu akan masuk tanpa membunyikan bel. Namun karena penasaran, akhirnya Dewa melangkah menuju pintu untuk melihat siapakah yang ada di sana.

Tepat ketika pintu di buka, ia melihat seorang gadis menggunakan dress berwarna putih dengan sepotong kue di tangannnya, tersenyum lebar ketika melihat laki-laki itu membuka pintu tepat pada bunyi kedua bel ditekan. “Happy birthday!!!!” teriaknya girang dengan sebuah senyuman lebar. Dewa ikut tersenyum, tidak menyangka bahwa Feyre akan memberikannya sebuah kejutan ulang tahun seperti ini. “Kamu dari mana aja sih sayang? Aku nungguin kamu dari tadi tau, kirain kamu kenapa-kenapa.”

Feyre tidak membalas dan hanya tersenyum, ia berjalan masuk ke dalam apartemen, diikuti oleh Dewa yang berjalan di belakangnya. Mereka berdua duduk di kursi yang ada di ruang tengah, kemudian Feyre menyalakan lilin untuk melanjutkan kegiatan perayaan ulang tahun Dewa hari ini.

“Sebelum di tiup coba kamu bikin permohonan dulu kak.”

Kedua tangan Dewa terlipat tanda bahwa ia sedang membuat suatu permohonan, kemudian ketika ia selesai, tangannya mengambil alih kue yang ada di tangan Feyre.

“Giliran kamu yang bikin permohonan coba,” ucap Dewa. Feyre hanya terkekeh kecil tidak menduga bahwa ia juga harus memberikan sebuah permohonan di hari yang bukan ulang tahunnya. Setelah keduanya selesai membuat permohonan Feyre menyanyikan lagu dan menyuruh Dewa untuk meniup lilin, namun lagi-lagi Dewa memotongnya. “Kita tiup bareng-bareng aja,” ucapnya memerintah dan bukan bertanya.

“Kamu mah kenapa semuanya bareng-bareng sih? Kan ini ulang tahun kamu kak bukan aku.” Gadis itu mengerucutkan bibirnya membuat Dewa gemas, ia kemudian menyolek sebuah krim dan mengusapkannya pada hidung Feyre hingga gadis itu menjerit karena terkejut. “Ih kakkkk kan aku udah dandan cantik tadi kenapa di coret-coret pake krim sih?”

“Kamu tetep cantik, Re. Tenang aja aku nggak akan lirik cewek lain kok,” canda Dewa. “Udah ayo tiup bareng-bareng ini keburu abis lilinnya.” Menyadari itu, Feyre akhirnya menuruti apa yang diinginkan Dewa meskipun ia sendiri tidak tahu kenapa Dewa ingin meniup lilin secara bersama.

Keduanya kini tengah bersantai di kursi, mendengarkan musik yang mereka putar sembari saling berpelukan, menyalurkan perasaan dan kehangatan kepada satu sama lain. “Kak, tadi make a wish apa?” tanya Feyre iseng. Dewa tampak tengah berpikir sebelum menjawab.

“Uhmm … rahasia.”

“Nanti kalo aku bilang jadi nggak terkabul,” lanjut Dewa. Feyre memandang laki-laki itu seketika, mengerutkan keningnya tanda tidak yakin.

“Ih emang iya gitu?” Dewa mengangguk.

“Emang kamu mau ngasih tau aku, apa wish kamu?” Anggukan Feyre dengan segera membuat Dewa terkekeh. Sungguh sepertinya gadis itu benar-benar ingin mendengar permohonan yang Dewa ucapkan.

“Tadi aku cuma mohon semoga semua permohonan kamu semua terkabul.” Dewa tertawa, gadis di depannya segera bangkit karena merasa tidak percaya dengan apa yang ia dengarkan.

“Ihhhh kenapa mohonnya gitu???? Yang serius dong harusnya.”

“Lah emang kenapa? Aku kan serius.”

Feyre tidak mengerti dengan jalan pikiran Dewa, apa yang ia maksud dengan serius jika permohonan Dewa hanyalah agar semua permohonan Feyre terkabul? “Terus apa permohonan kamu? Kamu mohon biar dikasih umur yang panjang?” tanya Dewa akhirnya.

Merasa penasaran dengan apa yang gadis itu mohonkan kepada Tuhan. Mereka kemudian diam tanpa suara, Feyre masih belum menjawab pertanyaan Dewa selama beberapa menit. Gadis itu tengah merenungi permohonannya tadi.

“Re?”

“Eh? Apa? Bentar aku lagi inget-inget tadi aku ngomong apa ya?” Gadis itu tertawa, kemudian Dewa menariknya dalam pelukannya kembali.

“Jadi apa? Kamu beneran mohon biar dikasih umur panjang?” bisik Dewa. Namun gadis itu menggeleng.

Tidak, Feyre tidak memohonkan itu kepada Tuhan. Ia memohon sesuatu yang lebih dari itu. “Aku mohon ke Tuhan supaya waktu kita panjang, bukan cuma umur aku yang panjang.”

Dewa terdiam, ia paham dengan maksud permohonan gadis itu. Hati Dewa terasa berdesir seketika, ia tidak menyangka pikiran Feyre sejauh itu.

Alih-alih menggunakan kata ‘umur’, Feyre lebih memilih menggunakan kata ‘waktu’ karena ia tahu mungkin umur hanya akan merujuk kepadanya, sedangkan waktu akan merujuk kepada mereka, Feyre dan Dewa.

“Re?” bisik Dewa lembut, gadis itu hanya berdehem untuk menjawabnya.

“Hm?”

“Tujuan hidup kamu tuh apa?” tanya Dewa. Tangannya menggenggam tangan Feyre, memainkan jari-jarinya pada jari mungil milik gadis itu. Feyre mengambil nafas panjang, memikirkan apa yang menjadi tujuan hidupnya.

“Tujuan hidup aku? Ngasih Ezra hidup yang enak dan nyaman.” Ada perasaan sayang dalam ucapan Feyre. Ia benar-benar memiliki tujuan hidup untuk memberikan hidup enak dan nyaman kepada adiknya.

Baginya, tujuan hidup adalah apa yang seseorang rencanakan untuk kehidupannya pada hari ini, esok, dan seterusnya.

Tujuan hidup seseorang akan selalu berbeda, tergantung apa yang orang itu inginkan dalam menjalani hidupnya. Mungkin bagi sebagian orang, tujuan hidup mereka berupa harta, atau bisa juga berupa hal lain. Tujuan hidup tidak bergantung pada seberapa besar atau kecil hal itu, selama itu dapat membuat seseorang bersemangat untuk hidup, maka itu sudah menjadi suatu tujuan hidup.

“Kenapa emangnya kak?” Dewa menggeleng untuk menjawab, ia tidak ada maksud lain menanyakan itu dan hanya merasa ingin tahu saja. “Kalo kamu, tujuan hidupnya apa?” tanya Feyre balik kepada Dewa.

Dewa berpikir, ia sebenarnya tidak memiliki tujuan hidup yang besar dan tujuan hidupnya hampir sama dengan Feyre, memberikan kehidupan yang enak dan nyaman kepada adiknya, menjaganya, dan memastikan bahwa Atha dapat hidup dengan baik sampai ada orang yang bisa menggantikan Dewa untuk melakukannya.

“Tujuan hidupku dulu, hampir sama kaya kamu. Ngasih Atha hidup yang enak dan nyaman juga, jagain dia, dan mastiin kalo dia akhirnya bisa dapet orang yang ngasih kehidupan itu ke dia, gantiin aku. Tapi kemaren tujuan hidup aku nambah satu, kamu.”

Bagi mereka berdua, tujuan hidup memang bukan selalu tentang hal besar. Sama seperti mereka yang bertujuan untuk memberikan kehidupan yang enak dan nyaman kepada adiknya.

Namun mereka berdua lupa, ketika mereka bertujuan untuk memberikan hidup enak dan nyaman kepada orang lain, mereka lupa akan hidup mereka sendiri. Ini tentang mereka, si anak sulung yang selalu lupa akan dirinya.