Siapa Mereka?

Flashback saat Feyre ke Sumedang


Mata Feyre memicing, melihat keramaian di sekitar rumah kontrakannya. Ia menyadari bahwa pasti banyak warga sekitar yang penasaran dengan apa yang terjadi, sampai ada polisi beserta beberapa orang yang tidak ia kenal, datang menghampiri mereka. Meskipun sebelumnya tetangga mereka sudah terbiasa dengan kedatangan orang asing yang datang untuk menagih hutang, namun kali ini, mereka tidak biasa karena melihat suatu hal baru. Bukan penagih hutang namun polisi yang justru datang.

“Kak!!” teriak Ezra yang membuat beberapa orang menoleh kepada Feyre. Ezra di sana, di luar rumah, sedang berdiri sembari mengecek ponselnya berkali-kali, mestikan Feyre telah sampai atau belum. Di dalam rumah, sudah ramai oleh beberapa orang polisi beserta beberapa orang yang tidak Feyre kenal, tentu saja dengan om dan tantenya juga di dalam sana.

“Permisi, boleh saya tau ini ada apa?” tanya Feyre usai ia memasuki rumahnya. Ia melihat beberapa polisi sedang berbicara dengan seorang laki-laki paruh baya berpakaian jas hitam dan rambut yang ditata sangat rapi. Laki-laki itu menoleh, ketika mendengar suara kedatangan Feyre.

“Kamu, Feyre Lyssa Damian?” pertanyaan tersebut dihadiahi dengan sebuah anggukan kecil dari Feyre. “Tadi adik kamu bilang, kamu lagi di jalan. Makanya kami tunggu sampai kamu datang,” jelasnya membuat Feyre kebingungan. Mengapa mereka menunggu Feyre?

Ketika ia melihat kembali om dan tantenya, mereka sudah tidak berbicara apapun dan hanya menunduk di kursi yang ada pada ujung ruangan. “Maaf, anda siapa ya?” tanya Feyre kepada laki-laki di depannya.

“Saya pengacara, yang akan mendampingi Anda beserta adik anda dalam kasus ini,” ungkap laki-laki tersebut. Feyre mengerutkan keningnya masih tidak mengerti. Mengapa tiba-tiba dirinya didatangi seorang pengacara yang mengatakan bahwa ia akan mendampingi mereka? Dan mengapa pula ia terlibat dalam kasus yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya? Sungguh, ia benar-benar merasa sangat bingung.

“Sebentar, pak, Saya masih tidak bisa memahami situasi ini, bisa tolong jelaskan dengan lebih jelas apa yang terjadi di sini?”

Pengacara tersebut tersenyum dan mengangguk pelan, kemudian memberikan arahan untuk menuntun Feyre dan Ezra menuju sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari rumah mereka. “Silahkan anda masuk, seseorang akan menjelaskan kepada anda di dalam sana.”

Tanpa menunggu waktu lagi, Feyre masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi depan, diikuti oleh Ezra yang masuk dan duduk di kursi belakang. Feyre merasakan aura yang berbeda di dalam sana, seperti terasa kenal namun ia tidak mengenalinya. Ia melihat seorang laki-laki paruh baya yang sekiranya lebih tua dari laki-laki yang mengantarkan mereka tadi, sedang duduk di kursi belakang dengan tenang.

“Selamat sore, Feyre dan Ezra,” ucapnya membuka sebuah pembicaraan.

“Selamat sore, pak. Jadi ... ini kenapa ya?” balas Ezra tanpa basa-basi, menanyakan secara langsung perihal apa yang telah mereka alami baru saja.

Laki-laki itu tersenyum kecil. “Saya orang yang membawa polisi kesini untuk menangkap om dan tante kalian, karena mereka telah terlibat dalam sebuah kasus,” tuturnya dengan raut wajah serius. Namun, kepala Feyre dan Ezra masih tetap saja diselimuti dengan tanda tanya besar yang belum terjawabkan.

“Kasus? Kasus apa ya, pak?” Feyre bertanya, merasa sangat aneh karena ia tidak mengerti dengan apa yang diucapkan laki-laki tersebut kepadanya.

“Kasus penggelapan dana perusahaan dan penipuan. Mereka sudah menjadi buronan sejak lima tahun yang lalu namun merikan diri ke luar negeri. Saya sempat bingung kenapa mereka memutuskan untuk pulang dan terlihat seperti menyerahkan diri kepada polisi, namun yang pasti, mereka sekarang akan ditangkap polisi.”

Otak Feyre yang sedari tadi berkeliaran karena tidak mendapatkan jawaban, seketika berhenti dan membeku. Ia tidak menyangka bahwa akan ada orang yang melaporkan om dan tantenya kepada polisi, di saat dahulu ia hampir saja melaporkannya namun berakhir dengan mengurungkan niat, karena merasa tidak tega terhadap keluarganya sendiri.

Siapa sangka, Tuhan memberikan suatu jawaban atas pikirannya selama ini, melihat om dan tantenya didatangi oleh polisi secara lansung tanpa ia repot melaporkannya. “Penipuan? Om dan tante saya menipu siapa, pak?” tanya Ezra.

Laki-laki paruh baya itu kemudian mengambil sebuah amplop, yang berisi data orang-orang yang telah ditipu oleh kedua manusia itu. “Kalian berdua salah satunya.”

Tangan Feyre berhenti membuka amplop tersebut. Matanya menatap lekat kepada pemilik mobil ini, melihat apakah ada kebohongan dalam mata laki-laki paruh baya tersebut, “Kami berdua salah satunya? Artinya banyak orang yang ditipu sama mereka berdua?” duga Feyre, dan laki-laki itu hanya mengangguk.

“Selama ini, kalian telah ditipu sebanyak itu dan tidak pernah melaporkannya kepada polisi. Jadi mulai sekarang, saya akan membantu kalian untuk melaporkan mereka, lalu mengambil kembali hak atas harta warisan orang tua kalian,” tuturnya dengan nada tegas, membuat kedua anak tersebut diam. Ezra dan Feyre sangat bingung, mereka tidak tahu siapa laki-laki ini, mengapa ia ada di sini sekarang dan berusaha untuk membantu mereka berdua. Padahal kalau dipikir-pikir, mereka tidak pernah bertemu sekali pun dengannya.

“Kenapa anda membantu kami, pak? Memangnya anda siapa sampai repot-repot membantu kami untuk mengurus hal ini?” tanya Ezra yang dibalas oleh kekehan kecil dari laki-laki itu.

Suasana mobil menjadi sedikit berubah, ada suasana bingung dan penuh tanda tanya yang melingkupi ruangan sempit itu, puluhan pertanyaan masih tersimpan dalam kepala kedua anak tersebut, sedangkan satu orang lainnya, sedang menunggu pertanyaan itu terlontar untuk akhirnya bisa ia jawab.

“Saya, sahabat dekat papa kalian.”

“Sahabat papa?” Ezra bertanya lagi. Tidak mempercayai ucapan laki-laki itu yang secara tiba-tiba mengatakan bahwa ia adalah sahabat dekat papanya.

“Iya, saya sahabat dekat papa kalian sejak kuliah ... sampai dia meninggal.” Ada nada sedih dalam ucapan laki-laki paruh baya tersebut. Kesedihan yang benar-benar ia selipkan bersama kerinduan dalam kalimatnya.

“Saya adalah rekan kerja papa kalian sekaligus sahabatnya, papa kalian sudah saya anggap sebagai saudara karena selalu membantu saya apapun yang terjadi. Papa kalian juga pernah minta tolong kepada saya untuk menjaga kalian jika sesuatu terjadi kepadanya. Dahulu saya hanya merasa bahwa itu sebuah candaan yang sering dia katakan, tapi saya tidak tahu bahwa itu sebuah pesan yang benar-benar dia sampaikan kepada saya sebelum dia pergi.”

Feyre dan Ezra tidak pernah mengetahui hal ini, yang mereka tahu selama ini hanya sebuah fakta bahwa papa mereka bekerja di Jakarta, dan tidak mengetahui jenis kantor dan siapa saja orang yang dekat dengan papanya. Lantas ketika ada orang yang datang dan mengatakan bahwa ia adalah sahabat dari papanya, mereka hanya bisa mematung di tempat, tidak berani untuk percaya ataupun menolak karena takut akan realita yang menghujamnya, jika semua ini hanya sebuah mimpi belaka.

“Bapak, benar-benar sahabat dekat papa saya?” tanya Ezra lagi untuk memastikan. Laki-laki itu mengangguk, kemudian mengeluarkan sebuah foto yang berisi dirinya serta Jonathan Damian, papa dari kedua anak tersebut.

“Lihatlah ini jika kalian masih tidak percaya. Saya hanya ingin membalas budi karena papa kalian sudah banyak membantu saya selama hidupnya. Dan juga, dia sudah menitipkan kalian kepada saya. Sudah lama saya mencari kalian, tapi tidak pernah ketemu. Saya tidak tahu bahwa kalian berada di sini selama ini. Jika saya tahu, mungkin lima tahun yang lalu kalian sudah saya bawa ke Jakarta untuk tinggal bersama saya, karena saya juga hidup sendiri selama ini,” terangnya dengan sebuah kekehan kecil.

Ezra dan Feyre tidak tahu bahwa papa mereka memiliki seorang sahabat dekat yang sangat baik seperti ini. Mereka mulai berpikir, bagaimana hidup mereka jika lima tahun yang lalu mereka tidak pindah dan tetap berada di Bandung, mungkin mereka akan bertemu dengan laki-laki paruh baya ini. Menjadikannya sosok orang dewasa yang bisa melindungi mereka berdua.

Namun takdir sudah berkata, dan waktu tidak bisa diulang. Kenyataannya mereka sudah berada di sini sekarang.

Feyre tiba-tiba merasa bahwa dunia kini sedang berpihak kepadanya. Kemarin, ia merasa sangat bahagia karena pada akhirnya ia bisa kembali bersama dengan Dewa, orang yang sangat ia cinta, setelah sebuah masalah datang menghampiri mereka. Hari ini, ia mendapatkan sebuah kejutan lagi bahwa sahabat dari papanya yang selama ini tidak pernah ia kenal, datang untuk membantu ia dan adiknya, sosok yang selama ini ia cari untuk memberikan sebuah perlindungan kepada mereka berdua.

Ia merasa bahwa Tuhan memang Maha Adil, setelah memberikan semua kesedihan yang pernah ia rasakan, kini Tuhan mulai menggantikannya dengan hal-hal yang membahagiakan, yang ada dalam kehidupannya.

“Saya tahu ini pasti sangat membingungkan, tapi saya akan menjelaskan semuanya lebih detail kepada kalian setelah ini. Jadi tolong dengarkan saya dengan baik-baik.”

Feyre dan Ezra tidak menjawab apapun, mereka berdua masih terlalu terkejut dengan semua yang datang dalam hidupnya. Mereka hanya bisa diam dan mendengarkan seluruh ucapan yang dilontarkan oleh laki-laki paruh baya itu, tentang bagaimana om dan tantenya bisa menjadi buronan, tentang bagaimana papa mereka memberikan banyak dukungan kepadanya, tentang bagaimana mereka akan hidup setelah ini, dan tentang bagaimana mereka akhirnya bisa ditemukan olehnya setelah pencariannya selama lima tahun.

Pada akhirnya, Feyre merasa bahwa dunianya perlahan akan kembali seperti semula. Meskipun tidak lengkap dengan kedua orang tuanya lagi, setidaknya sekarang ia memiliki seseorang yang bisa ia andalkan layaknya seorang papa.

Ya, laki-laki itu adalah sahabat papanya, Benjamin Nataprawira.