Untukmu Aku Akan Bertahan

Dewa menggenggam tangan Feyre saat ia sudah berada di atas tempat tidur, tidak ingin gadisnya pergi meninggalkan dirinya sendirian di sana lagi. “Jangan pergi sampe aku tidur ya?” ucap Dewa. 

Feyre mengangguk tanpa melepaskan genggaman tangannya. Dewa menengok sekeliling ruangan sebelum menarik gadis itu hingga terjatuh di atas tubuh Dewa.

“Tidur di sini bentar aja, aku pengen peluk kamu buat yang terakhir kali. Aku nggak tahu besok bakal bisa peluk kamu lagi atau nggak.” Feyre menarik nafas panjang, tidak menyadari ada yang aneh dengan ucapan Dewa. Lagi-lagi ia menurut, tidak bisa menolak permintaan Dewa. Gadis itu naik ke atas ranjang rumah sakit yang sebenarnya hanya muat digunakan satu orang, membiarkan Dewa mendekapnya erat seolah tak ada hari esok.

Gadis itu mengelus punggung Dewa pelan, mengucapkan kalimat-kalimat sayang untuk mengantarkan suaminya terlelap dalam buaiannya. “Aku sayang kamu, Re.”

Feyre berdehem tidak menjawab. “Aku sayang kamu,” ucap Dewa lagi dan gadis itu masih tidak menjawab. Ia menjauhkan diri dari Feyre kemudian menatap wajah gadis itu yang ternyata sudah penuh dengan air mata.

“Kamu kenapa nangis?”

Air mata Feyre lagi-lagi memenuhi wajahnya bukan air mata sedih, melainkan air mata terlalu bahagia karena merasa amat sangat lega dapat berada di posisi seperti ini bersama Dewa. 

“Aku terlalu bahagia sampe ga bisa nahan air mata.” Dewa terkekeh kecil, kemudian mendekap Feyre kembali dalam pelukannya. Mereka diam, menikmati waktu yang berjalan namun sebenarnya ingin mereka hentikan. “Aku juga sayang kamu kak. Selamanya.”

Ketika Dewa sudah terlelap dalam tidurnya, Feyre perlahan bangkit, merapikan posisi tidur Dewa menjadi lebih nyaman. Tangannya menggenggam tangan Dewa kemudian mengecup bibir suaminya sekilas sebelum ia merapikan barang-barangnya. 

Ia ingin pulang ke rumah sejenak, melihat hadiah dari Dewa yang ia sebutkan tadi, namun ia bingung jika ia pergi siapa yang bisa menjaga Dewa. Kemudian otaknya berputar untuk memikirkan siapa yang bisa menjaga Dewa sejenak sebelum ia pergi. Tangannya kemudian mengetikkan beberapa pesan kepada Abian, satu-satunya orang yang ia pikirkan sekarang.

Tidak butuh waktu lama untuk Abian datang ke rumah sakit dan menggantikan gadis itu di sana. Entah kenapa Feyre sangat ingin melihat hadiah dari Dewa hari ini juga meskipun Dewa megatakan bahwa ia bisa melihatnya besok atau kapanpun itu.

Ia memesan sebuah angkutan online untuk bisa sampai ke rumah, memilih untuk menggunakan motor daripada mobil karena merasa ingin cepat sampai dan menghindari kemacetan Bandung.

Sesampainya di sana, di depan rumah yang sudah dua bulan tidak pernah ia kunjungi, ia melihat banyaknya tanaman anyelir putih tertanam di sana. Bunga yang selalu ia sukai sejak dahulu, ia berpikir apakah ini hadiah yang dimaksud oleh Dewa? Sebuah taman bunga anyelir putih dengan ratusan bunga yang tumbuh indah di sana. 

Hatinya terasa hangat, tidak pernah menyangka bahwa ucapan Dewa tentang keinginannya memberikan ratusan tangkai bunga anyelir kini benar-benar terwujud, bahkan bukan hanya beberapa tangkai melainkan satu taman bunga.

Feyre duduk di taman bunga tersebut, merasakan tetesan air hujan perlahan turun mengenai tubuhnya. Namun ia tidak menghiraukan itu, ia masih tetap duduk di sana melihat satu persatu bunga yang mengingatkan ia dengan laki-laki yang paling ia cinta. Ia menangis lagi, entah sudah berapa kali ia menangis hari ini tapi yang pasti, tangisannya semua adalah tangisan haru yang bahagia.

Di sisi lain, Abian melihat Dewa bergerak dengan tidak pasti seolah seperti sedang berada dalam kondisi yang tidak baik. Dengan cepat ia menekan tombol untuk memanggil perawat dan dokter karena Dewa tiba-tiba kejang. Pikiran Abian kacau, sejak tadi ia menunggu kabar dari Feyre karena gadis itu tidak memberikan kabar apapun kepadanya, di luar sedang hujan deras disertai angin dan dia tidak bisa tenang sebelum memastikan bahwa Feyre baik-baik saja.

Ia menelfon gadis itu berkali-kali dan menghubungi Ezra untuk memastikan apakah Feyre baik-baik saja namun Ezra juga tidak menemukan Feyre. Dengan cepat Abian menghubungi sahabatnya yang lain untuk bisa menjaga Dewa sejenak karena ia harus mencari Feyre di luar sana.

Setelah Nakula dan Arjuna datang, dengan cepat ia melajukan mobilnya menuju rumah Feyre dan Ezra, keadaan sedikit lebih sulit karena hujan sangat deras hingga membuat dirinya tidak bisa melihat jalanan dengan baik dan harus berjalan dengan sangat perlahan. Abian mengumpat dalam hati, merutuki dirinya karena tidak mengantarkan Feyre dan mebiarkan gadis itu pergi sendirian. Ia merasa sangat bersalah jika sesuatu terjadi kepada Feyre.

“Fey plis, lo di mana?” Abian terus mengucapkan kalimat itu ketika ia tidak melihat Feyre di rumah, ia hanya melihat jejak kaki di taman yang menandakan bahwa gadis itu tadi benar-benar datang ke sini. Abian tidak peduli pada dirinya yan sudah basah kuyup dan hanya mempedulikan bagaimana ia bisa segera menemukan Feyre.

Ia menelusuri Kota Bandung yang basah karena hujan deras, menuju apartemen Dewa dan tidak menemukan tanda-tanda Feyre mampir di sana. Ia semakin kalut memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi karena sejak tadi perasaanya terasa sangat tidak enak. Tidak biasanya ia merasa seperti ini.

Nakula dan Arjuna masih tetap setia menunggu perkembangan Dewa yang secara tiba-tiba juga menunjukan perubahan yang drastis, entah kenapa laki-laki itu mendadak drop terlebih lagi dengan kejang yang jarang menyerangnya. Mereka menunggu dokter yang tengah berusaha untuk membuat Dewa bangun atau setidaknya kembali normal seperti sebelumnya. Segala cara sudah dokter lakukan untuk bisa membuat Dewa lebih baik dari sebelumnya.

Nakula mengepalkan tangannya, mencoba untuk menenangkan diri dan berpikir positif karena tidak ingin ada hal yang buruk terjadi pada sahabatnya. Sudah hampir dua jam tidak ada perubahan dari Dewa justru kondisinya semakin memburuk, semua orang sudah berkumpul di rumah sakit menunggu keajaiban tuhan datang untuk Dewa, kecuali Feyre dan Abian.

Semua orang tahu, Abian pergi karena sedang mencari Feyre. Namun sampai dua jam mereka tidak kunjung datang. “Abian udah ada kabar?” tanya Putra kepada Nakula dan Arjuna, namun mereka hanya menggeleng pelan. 

“Gue tadi udah nyuruh Abian balik tapi dia ngotot mau tetep nyari Feyre.” Nakula menarik nafas panjang, ia merasa ada yang aneh dengan Feyre. Pun ketika ia melihat notifikasi chat yang belum terbaca dari gadis itu pada ponsel Dewa yang ia pegang, ia benar-benar merasa sangat aneh.

Ia melihat ruangan yang penuh dengan dokter itu, menunjukkan alat detak jantung Dewa yang masih berdetak setidaknya membuat dirinya berpikir positif untuk sejenak. Beberapa detik kemudian suara ponsel terdengar memenuhi lorong ruangan, membuat semua orang memandang Nakula yang tengah memegang ponsel tersebut. 

“Feyre nelfon.”

Semua orang tiba-tiba berdiri, menunggu Nakula yang tengah mengangkat panggilan tersebut. Namun sampai panggilan itu berakhir, Nakula tidak berkedip sama sekali dan tidak mengatakan satu patah kata kepada mereka yang telah menunggunya. “Gimana? Feyre ada di mana sekarang?”

Nakula diam, semua orang juga terdiam, yang terdengar hanya bunyi alat detak jantung dari dalam ruangan Dewa serta beberapa suara dokter yang ada di dalam sana. 

“Gimana?” Arjuna menyenggol Nakula yang terdiam di tempatnya.

Tangannya bergetar, mulutnya mendadak terasa berat untuk digunakan berbicara.

“Feyre… kecelakaan. Meninggal dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.” Tepat ketika Nakula mengucapkan kalimat itu, suara alat detak jantung Dewa mendadak berbunyi nyaring, membuat semua orang menoleh dan berlari menuju asal suara. Jantung Nakula terasa sangat sakit seperti ditusuk oleh pisau berkali-kali.

Mengapa dari semua waktu, Tuhan harus mengambil keduanya secara bersamaan?

Tidakkah Tuhan kasihan dengan mereka yang ditinggalkan jika harus kehilangan dua orang sekaligus dalam waktu yang bersamaan? Otak Nakula dipaksa untuk kembali ke kesadaran yang ada, ia tidak bisa larut dalam semua ini, ia harus kuat, Dewa dan Feyre telah melalui banyak hal penuh luka.

Tangannya dengan cepat mengetikkan suatu pesan kepada seseorang. Seseorang yang sejak tadi kehilangan akal karena mencari gadis yang hilang.

Mereka semua menangis, mengantarkan kepergian dua orang sahabat, saudara, dan anak yang amat sangat mereka sayangi. Ingin rasanya mereka bertanya kepada Tuhan, mengapa ia mengambil keduanya? Bukankah lebih kejam jika Tuhan mengambil dua orang sekaligus daripada meninggalkan salah satunya?

Tapi Tuhan tahu, mereka berdua tidak akan bisa hidup tanpa yang lainnya. Sampai akhirnya, Tuhan memilih untuk mengambil keduanya secara bersama-sama. Tidak ingin membuat hidup salah satunya semakin terluka karena kehilangan jantung mereka satu-satunya. Hingga akhirnya, malam ini, malaikat telah datang.

Menjemput Feyre dan Dewa untuk pulang.